
Aku pernah disakiti oleh seseorang yang aku percaya.
Bukan cuma disakiti, tapi aku dikhianati, ditinggalkan tanpa penjelasan, dan yang lebih menyakitkan lagi… aku ditinggalkan dalam keadaan masih sangat mencintai.
Awalnya aku kira aku sudah move on.
Aku tetap menjalani hidup seperti biasa, bekerja dan tertawa dengan teman-teman, kelihatannya baik-baik saja.
Tapi ternyata luka itu belum benar-benar pulih.
Luka itu masih mengendap secara diam-diam.
Kenapa Sulit Melepaskan yang Menyakitkan Kita??
Aku juga pernah bertanya itu ke diriku sendiri.
Padahal aku tahu, dia gak baik buatku. Aku tahu hubungan itu penuh air mata. Tapi kenapa aku masih saja menyimpan perasaan? Kenapa bayangan tentang dia masih sering datang tiba-tiba?
Jawabannya Aku temukan pelan-pelan.
Ternyata, yang sulit dilepaskan itu bukan cuma orangnya, tapi juga kenangannya.
Aku menyimpan harapan yang dulu pernah tumbuh bersama dia. Aku menyimpan versi “seandainya” yang gak pernah terjadi.
Dan aku menggenggam luka itu erat, karena aku takut… kalau melepasnya, artinya semua itu sia-sia.
Apa yang Terjadi Ketika Aku Menyimpan Luka Terlalu Lama?
Aku gak sadar, tapi luka itu mulai mempengaruhi caraku melihat hidup.
Aku jadi lebih sensitif, mudah tersinggung, susah percaya sama orang lain, dan bahkan jadi menutup diri. Dalam hati aku bilang: “Aku gak mau disakiti lagi.”
Tapi ternyata, dengan menyimpan luka itu, aku malah menyakiti diriku sendiri.
Aku gak membiarkan diriku bahagia sepenuhnya. Aku menahan banyak hal, dan aku kehilangan versi diriku yang dulu bisa tertawa lepas.
Dan yang lebih menyedihkan adalah aku mulai mempertanyakan harga diriku sendiri.
Apakah aku gak cukup baik? Terlalu berharap? Atau aku memang pantas disakiti?
Begitu banyak pertanyaan muncul dipikiranku …
Sampai Suatu Hari, Aku Bertemu seorang teman …
Dia bercerita panjang tentang masa lalunya.
Tentang orang yang meninggalkannya, tentang rasa sakit yang belum selesai, dan tentang bagaimana dia menyalahkan dirinya sendiri bertahun-tahun.
Saat aku mendengarnya, aku merasa seperti melihat cermin.
Aku sadar, ternyata bukan cuma aku yang menyimpan luka.
Banyak orang di luar sana yang juga diam-diam sedang terluka.
Bedanya, Aku gak selalu tahu bagaimana caranya sembuh.
Dari obrolan itu, aku mulai bertanya ke diriku,
“Sampai kapan kamu mau terus membawa beban ini, padahal yang menyakitimu sudah lama pergi?”
Proses berdamai Itu gak mudah, tapi perlu !
Aku mulai coba melepaskan.
Bukan karena rasa itu hilang, tapi karena aku ingin bebas dari rasa sakitnya.
Langkah pertama yang aku ambil adalah memaafkan diriku sendiri.
Aku berhenti menyalahkan diri karena terlalu percaya, terlalu berharap, terlalu mencintai.
Lalu, pelan-pelan aku mulai berdamai dengan kenyataan.
Bahwa gak semua orang akan memperlakukan kita dengan baik.
Bahwa kita bisa mencintai orang yang salah, dan itu bukan salah kita sepenuhnya.
Ada banyak hari di mana aku menangis diam-diam.
Tapi aku bertahan karena aku tahu, aku layak untuk bahagia lagi.
Aku belajar mencintai diri sendiri lagi
Bagian tersulit dari semua ini adalah menerima bahwa aku layak dicintai, terutama oleh diriku sendiri.
Aku mulai melakukan hal-hal kecil untuk diriku :
•Menulis apa yang aku rasakan tanpa menghakimi diri sendiri.
•Beristirahat saat lelah tanpa merasa bersalah.
•Menghindari orang-orang yang membuatku merasa gak cukup.
Aku mulai membangun kembali rasa percaya diriku.
Bahwa aku berharga, bahkan tanpa validasi dari siapa pun.
Bahwa aku harus terus kuat. Aku boleh rapuh, asalkan aku terus berusaha pulih.
Apa yang Aku pelajari dari luka Ini?
Luka itu ternyata guru yang sangat keras, tapi juga sangat jujur.
Dia mengajarkanku untuk lebih mengenal diriku, untuk tahu batasanku.
Untuk tahu apa yang sebenarnya aku butuhkan dalam hidup dan cinta.
Aku belajar bahwa melepaskan bukan berarti menyerah.
Tapi itu bentuk penghormatan pada diriku sendiri.
Bahwa aku pantas menjalani hidup yang damai, tanpa terus-terusan membawa sakit dari masa laluku.
Untuk Kamu yang Masih Terluka 🙂
Kalau kamu masih menyimpan luka seperti aku dulu, aku mau bilang satu hal:
Kamu gak sendirian.
Dan gak apa-apa kalau kamu belum sembuh sepenuhnya.
Gak apa-apa kalau masih ada air mata.
Tapi jangan lupa, kamu juga berhak untuk sembuh.
Kamu juga pantas untuk bahagia.
Pelan-pelan.
Maafkan dirimu.
Lepaskan yang menyakitimu.
Beri ruang untuk cinta baru yang lebih sehat, lebih jujur, dan lebih baik.
Termasuk cinta dari dirimu sendiri ya!
Untuk aku sendiri 🙂
Hari ini, aku masih berjalan.
Lukanya mungkin belum pulih sepenuhnya, tapi aku gak lagi membiarkan luka itu mengendalikan hidupku karena aku tahu, aku sedang pulih.
Dan itu sudah cukup ! 🙂